Koperasi

1.       Pengertian Koperasi

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan/ badan hukum koperasi dengan dilakukannya pemisahan kekayaan anggotanya sebagai modal untuk mengajukan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan, terutama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.

 

2.       Ciri-Ciri Koperasi

Ciri-ciri koperasi dapat dilihat dari nilai dan prinsip koperasi itu sendiri yaitu:

a.   Nilai

Nilai yang mendasari kegiatan suatu koperasi yaitu kekeluargaan (setiap anggota koperasi memiliki kesadaran untuk melakukan yang terbaik disetiap kegiatan koperasi dan hal-hal yang dianggap berguna untuk semua anggota dalam koperasi tersebut), menolong diri sendiri (koperasi digunakan dengan tujuan yang khusus oleh anggota dalam memenuhi kepentingan anggota. Para anggotanya sendirilah yang mengusahakan tujuan tersebut). Bertanggung jawab (keharusan untuk melakukan semua kewajiban atau tugas yang diberikan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diterima atau dimilikinya), demokrasi (menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota), persamaan (koperasi anggota perkumpulan bekerjasama berdasarkan persamaan derajat), berkeadilan (menjalankan kegiatan koperasi tanpa berpihak kepada yang sewenang-wenang dan mempertahankan bobot yang ada sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan), dan kemandirian (dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain).

b.   Prinsip

Prinsip koperasi yang dipraktikkan dalam setiap pendirian koperasi yaitu:

1)          Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka

2)          Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokrasi

3)          Anggota berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan ekonomi koperasi

 

3.       Fungsi Koperasi

a.       Sebagai urat nadi perekonomian Indonesia

b.       Sebagai upaya mendemokrasikan sosial ekonomi Indonesia

c.       Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia

d.       Memperkokoh perekonomian rakyat dengan jalan pembinaan koperasi

 

4.       Peran Koperasi di Indonesia

a.        Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b.        Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat.

c.        Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

 

5.       Bentuk-Bentuk Koperasi

Koperasi memiliki dua bentuk yaitu, koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan paling sedikit 20 orang perseorangan dengan memisahkan sebagian pendiri sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder merupakan koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum koperasi atau paling sedikit didirikan oleh 3 koperasi primer.

 

         

Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara

1.          Sumber Historis Pancasila sebagai Ideologi Negara

a.          Pancasila sebagai ideologi negara masa pemerintahan Pres. Soekarno 
Pada masa pemerintahan ini, Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945-1960. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kurun waktu 1960-1965, Soekarno lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai landasan politik bangsa Indonesia.

b.       Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Soeharto
Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan. Diawali dengan keluarnya TAP MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila yang menjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalam memasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk rezim Orde Baru yang berkuasa pada waktu itu.

c.           Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Habibie 
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pemerintahan Habibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi nilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk lembaga serupa, tetapi lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan, dan mengawal Pancasila hingga saat ini belum ada.

d.         Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Gusdur
    Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap ideologi Pancasila cenderung melemah.

e.          Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Megawati 
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.

f.     Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 
Pemerintahan SBY dapat dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999. Suasana politik lebih banyak ditandai dengan pertarungan politik untuk memperebutkan kekuasaan atau meraih suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu. Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3).

2.         Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut: 
a.  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib. 
b.      Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab  dapat  ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang. 
c.     Sila Persatuan Indonesia yang dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri. 
d.   Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan. 
e.      Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin  dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

3.         Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut. 
a.   Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama. 
b.  Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. 
c.        Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai. 
d.   Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting. 
e.       Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.



Ragam Bahasa

A.          Pengertian Ragam Bahasa 
Kridalaksana (1993:184) menyatakan ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan.
Pendapat lain, Nababan (1984:14) mendefinisikan ragam bahasa adalah perbedaan-perbedaan bahasa berdasarkan daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa dan tingkat formalitas yang berlebihan dan tahun atau zaman yang berlainan.
Adapun Suwito (1996: 29) mengatakan ragam bahasa adalah variasi bahasa berdasarkan sudut pembicaraan, tempat bicara, pokok pembicaraan, dan situasi bicara. Chaer dan Agustina (2004: 90) mendefinisikan ragam bahasa adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicara.

B.          Jenis Ragam Bahasa

Ragam bahasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraan, berdasarkan medium pembicaraan, dan berdasarkan hubungan antara pembicara.
Pertama, berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas (a) ragam undang-undang, (b) ragam jurnalistik, (c) ragam ilmiah, (d) ragam jabatan, dan (e) ragam sastra.
Kedua, berdasarkan medium pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan atas (a) ragam lisan yang dibedakan atas ragam percakapan, ragam pidato dan sebagainya serta (b) ragam tulis yang dibedakan atas ragam undang-undang, ragam catatan, ragam surat-menyurat dan sebagainya.
Ketiga, berdasarkan hubungan antara pembicara, ragam bahasa dibedakan atas beberapa macam, yaitu ragam baku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, ragam akrab, ragam formal, dan ragam informal.

C.          Perbedaan Jenis Ragam Bahasa

1.          Perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan
Ragam bahasa lisan dihasilkan oleh alat ucap (organ of speech. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Berbeda dengan ragam bahasa tulis yang memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Ragam lisan mengharuskan adanya lawan bicara sedang ragam tulisan tidak, serta ragam lisan terikat oleh ruang dan waktu sedang ragam tulis tidak.

2.          Perbedaan ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi
Ragam bahasa resmi biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat dinas, pidato dan makalah atau karya tulis. Ragam bahasa resmi (formal) biasanya menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD), lugas, sopan, menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis.
Sedangkan, ragam bahasa tidak resmi biasa digunakan dalam suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan surat untuk keluarga atau yang berbentuk lisan, contohnya dalam percakapan sehari-hari. Biasanya digunakan oleh orang-orang yang sudah akrab, seperti antara teman dekat, antara orang tua dan anak, atau kepada kerabat dekatl ainnya.

3.             Perbedaan ragam bahasa politik dan ragam bahasa hukum
Ragam bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur kehidupan masyarakat, dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh besar  dalam pengembangan bahasa di masyarakat.
Sedangkan, ragam bahasa hukum penggunaan kalimat yang panjang dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya.

4.             Perbedaan ragam bahasa jurnalistik dan ragam bahasa sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif. Dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran,fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa.
Sedangkan, ragam bahasa jurnalistik menggunakan bahasa yang padat, lebih banyak unsur pikiran daripada perasaan, lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi. Biasanya digunakan dalam dunia persuratan.

5.             Perbedaan ragam bahasa sosial dan ragam bahasa fungsional
Ragam bahasa sosial sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosialorang yang menjadi lawan bicara.
Sedangkan, ragam bahasa fungsional ragam bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagaicontoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemua ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.


Alih Fungsi Lahan (2)

Peringatan akan ancaman krisis pangan dimasa mendatang kepada lndonesia disampaikan oleh badan dunia FAO dan komisi pangan Inggris, dimana ancaman krisis pangan ini dinilai berdasarkan laju pertambahan penduduk yang lebih besar dari laju peningkatan produksi pangan, dikarenakan terjadinya penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi penggunaan lahan dan peningkatan penduduk yang tidak terkendali. Karena itu hingga kini lndonesia masih menghadapi persoalan pangan, dimana bahan pangan terutama padi sangat strategis kedudukannya dalam kehidupan ekonomi dan politik (Kontan, 2011).

 

Menurut Santosa (2011) krisis pangan di lndonesia akan sangat berat jika terjadi pada saat yang sama krisis pangan dunia yang saat ini berpotensi terjadi. krisis pangan dunia tahun 2008 dimungkinkan berulang tahun 2012 sehingga stok pangan dunia untuk perdagangan menipis, tanda-tandanya telah tampak dengan kenaikan indeks harga pangan naik sampai mencapai rekor 40 tahun terakhir.

 

Data BPS (Kontan, 2011) menunjukkan luas sawah pada tahun 2010 sekitar 12,87 juta hamenyusut 0,1 % dari tahun sebelumnya 12,88 juta ha. Tetapi menurut menteri pertanian (Suswono, 2011) luas lahan sawah baku 6,7 juta hektar, sedangkan untuk bisa mencapai ketahanan pangan hingga tahun 2025 membutuhkan tambahan sawah 5,875 juta hektar. Dilain sisi kenaikan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan menjadi ancaman bagi Indonesia, dimana laju pertambahan penduduk lndonesia saat ini mencapai 1,4 %.

 

Perubahan iklim global yang sekarang makin terasa dengan kenaikan suhu udara, saat ini dituduh sebagai penyebab krisis pangan dunia. Menurut laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change), perubahan suhu rata-rata yang terjadi belakangan ini berdampak pada produksi pangan. Hal ini tentu juga berpengaruh pada produksi pangan Indonesia.

 

Sejalan dengan itu menurut Suastini (2011), perubahan iklim berdampak terhadap pertanian dan persediaan pangan, karena hal itu dapat menyebabkan pergantian musim tidak pasti, gagal tanam, gagal panen, musim kemarau lebih panjang, serangan hama penyakit, dan degradasi hutan lahan.

 

Selanjutnya dinyatakan contoh nyata dampak perubahan iklim akibat global warming di beberapa daerah dapat dilihat secara riil di lapangan, dimana pada tahun 2005 sampai 2007 luas panen padi serta produksinya tidak berkembang secara signifikan bahkan persediaan beras pada kondisi minus untuk jumlah penduduk saat itu dan fenomena pemanasan global yang memicu perubahan iklim masih akan berlangsung dalam jangka panjang (Suastini, 2011).

 

Krisis pangan juga terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian di berbagai daerah misalnya, menjadi perkebunan dan perumahan yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Badan Ketahanan Pangan Nasional menyatakan konversi lahan pertanian di lndonesia pada 2009 luasnya mencapai 110 ribu hektare per tahun yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain (Sutjahjo, 2011) .

 

Tekanan alih fungsi lahan sawah beririgasi semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana tekanan tersebut dipicu adanya kebutuhan untuk berbagai peruntukan yang lebih bernilai ekonomis. Secara nasional, dari data yang ada diperkirakan laju konversi lahan sawah beririgasi untuk telah mencapai 40.000 ha per tahun.

 

Konversi ini sebagian besar terjadi di Jawa. Bila produksi Gabah Kering Giling (GKG) rata-rata 6 ton/ha/sekali panen dan dalam satu tahun tanam padi dua kali, maka produksi GKG nasional menyusut 4.840.000 ton per tahun. Suatu angka yang cukup signifikan. Di sisi lain, laju pencetakan sawah baru sangat kecil bahkan tidak ada. Kendala utama dalam melakukan pencetakan sawah baru selian mahal juga terhambat oleh proses lambatnya sertifikasi dan pemetaan lahan (Saleh, 2012).

 

Menurut Lestari dalam Saleh (2012) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Laju alih fungsi lahan di luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa (56 ribu ha per tahun). Selanjutnyan sebesar 58,68 persen alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan sisanya seperti untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.

 

Untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan sawah pemerintah akan membuka 200.000 hektar lahan pertanian baru, terutama untuk mengejar surplus 10 juta ton beras tahun 2014. Areal yang akan di jadikan lahan pertanian dari kawasan hutan produksi, tetapi tidak ada jaminan impor walaupun terjadi surplus.

 

Data BPS menunjukkan selama Januari – Juni 2011, nilai impor pangan lndonesia mencapai US$5,36 miliar atau sekitar Rp.45 triliun. Komoditas pangan yang diimpor pun semakin banyak mulai dari beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis lembu, mentega, minyak goreng, susu,telur unggas, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkih, kakao, cabai kering, tembakau, bawang merah, bahkan singkong dan garam (Carebesth, 2011).

 

Menurut Santosa (2011) tidak ada solusi instan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Salah satu kunci utama adalah pengelolaan air. Selanjutnya dinyatakan bahwa konsep sederhana tetapi diabaikan selama 30 tahun terakhir ini ialah jangan biarkan air mengalir sampai jauh. Namun hanya 10 % air irigasi yang bisa dikendalikan, jauh dari nilai ideal sebesar 50 Oh. Sejalan dengan itu, perkembangan baru-baru ini yang mulai dikenal di kalangan praktisi pertanian adalah bahwa padi ternyata bukanlah tanaman air, maksudnya, tanaman yang hidup di air atau membutuhkan banyak air.

 

Menurut Praptono (2011) pengetahuan ini sudah lama diketahui, terobosan besar yang berpengaruh ke berbagai negara adalah yang dilakukan di Madagaskar yang dikenal dengan teknologi System of Rice Intensification (SRI) yang dikenal di lndonesia sebagai padi SRI. Prinsip SRI intinya yaitu penanaman bibit muda dan tunggal, jarak tanam lebar, tidak digenangi dan menggunakan pupuk organik.

 

Revolusi SRI akhirnya memunculkan gagasan, jika prinsip-prinsip SRI di atas itu telah meningkatkan produksi padi secara signifikan mengapa tidak menanam padi di pekarangan rumah bahkan mengapa tidak juga di atap rumah. Maksudnya menanam padi sekarang tidak melulu harus di sawah, sekarang ternyata bisa dalam pot atau polibag (kantong plastik). Pengalaman yang dilakukan petani dan masyarakat menunjukkan hasil yang menggembirakan bahwa padi dapat tumbuh dengan baik dalam pot.

 

Kabupaten Tasikmalaya disebut-sebut yang memeloporinya dan sudah banyak ditiru di berbagai tempat. Dalam satu pot dengan melakukan pemupukan yang optimal dapat menghasilkan sekurangnya 3 - 5 ons gabah per pot. Terobosan yang dilakukan dengan melakukan gerakan  penanaman  tanaman  pangan  perlu  digalakkkan  di kota- kota, karena hal ini telah banyak sukses di Kuba, Bolivia, Kolombia, Kongo, Tanzania, dimana pertanian kota dapat mencapai produksi 2-3 kali lipat konvensional (Santosa, 2011).

 

Berdasarkan pandangan di atas,  di Indonesia akan terjadi krisis pangan karena laju alih fungsi lahan sawah yang tidak dapat
dikendalikan (188 ribu Ha per tahun) dan tidak dapat diimbangi dengan pencetakan sawah baru, pertumbuhan penduduk yang tinggi (1,5% per tahun), dan penurunan produksi karena dampak perubahan iklim global, maka diperlukan adaptasi sistem budidaya tanaman pangan khususnya padi. Budidaya tanaman padi dengan metode SRI yang dimodifikasi dengan penanaman padi dalam pot atau kantong plastik dan diberikan irigasi memberikan alternatif untuk memproduksi pangan tanpa sawah (Saleh, 2012).