Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara

1.          Sumber Historis Pancasila sebagai Ideologi Negara

a.          Pancasila sebagai ideologi negara masa pemerintahan Pres. Soekarno 
Pada masa pemerintahan ini, Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945-1960. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kurun waktu 1960-1965, Soekarno lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai landasan politik bangsa Indonesia.

b.       Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Soeharto
Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan. Diawali dengan keluarnya TAP MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila yang menjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalam memasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk rezim Orde Baru yang berkuasa pada waktu itu.

c.           Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Habibie 
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pemerintahan Habibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi nilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk lembaga serupa, tetapi lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan, dan mengawal Pancasila hingga saat ini belum ada.

d.         Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Gusdur
    Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap ideologi Pancasila cenderung melemah.

e.          Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Pres. Megawati 
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.

f.     Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 
Pemerintahan SBY dapat dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999. Suasana politik lebih banyak ditandai dengan pertarungan politik untuk memperebutkan kekuasaan atau meraih suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu. Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3).

2.         Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut: 
a.  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib. 
b.      Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab  dapat  ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang. 
c.     Sila Persatuan Indonesia yang dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri. 
d.   Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan. 
e.      Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin  dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

3.         Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut. 
a.   Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama. 
b.  Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. 
c.        Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai. 
d.   Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting. 
e.       Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.



5 comments:

Ragam Bahasa

A.          Pengertian Ragam Bahasa 
Kridalaksana (1993:184) menyatakan ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan.
Pendapat lain, Nababan (1984:14) mendefinisikan ragam bahasa adalah perbedaan-perbedaan bahasa berdasarkan daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa dan tingkat formalitas yang berlebihan dan tahun atau zaman yang berlainan.
Adapun Suwito (1996: 29) mengatakan ragam bahasa adalah variasi bahasa berdasarkan sudut pembicaraan, tempat bicara, pokok pembicaraan, dan situasi bicara. Chaer dan Agustina (2004: 90) mendefinisikan ragam bahasa adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicara.

B.          Jenis Ragam Bahasa

Ragam bahasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraan, berdasarkan medium pembicaraan, dan berdasarkan hubungan antara pembicara.
Pertama, berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas (a) ragam undang-undang, (b) ragam jurnalistik, (c) ragam ilmiah, (d) ragam jabatan, dan (e) ragam sastra.
Kedua, berdasarkan medium pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan atas (a) ragam lisan yang dibedakan atas ragam percakapan, ragam pidato dan sebagainya serta (b) ragam tulis yang dibedakan atas ragam undang-undang, ragam catatan, ragam surat-menyurat dan sebagainya.
Ketiga, berdasarkan hubungan antara pembicara, ragam bahasa dibedakan atas beberapa macam, yaitu ragam baku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, ragam akrab, ragam formal, dan ragam informal.

C.          Perbedaan Jenis Ragam Bahasa

1.          Perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan
Ragam bahasa lisan dihasilkan oleh alat ucap (organ of speech. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Berbeda dengan ragam bahasa tulis yang memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Ragam lisan mengharuskan adanya lawan bicara sedang ragam tulisan tidak, serta ragam lisan terikat oleh ruang dan waktu sedang ragam tulis tidak.

2.          Perbedaan ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi
Ragam bahasa resmi biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat dinas, pidato dan makalah atau karya tulis. Ragam bahasa resmi (formal) biasanya menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD), lugas, sopan, menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis.
Sedangkan, ragam bahasa tidak resmi biasa digunakan dalam suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan surat untuk keluarga atau yang berbentuk lisan, contohnya dalam percakapan sehari-hari. Biasanya digunakan oleh orang-orang yang sudah akrab, seperti antara teman dekat, antara orang tua dan anak, atau kepada kerabat dekatl ainnya.

3.             Perbedaan ragam bahasa politik dan ragam bahasa hukum
Ragam bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur kehidupan masyarakat, dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh besar  dalam pengembangan bahasa di masyarakat.
Sedangkan, ragam bahasa hukum penggunaan kalimat yang panjang dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya.

4.             Perbedaan ragam bahasa jurnalistik dan ragam bahasa sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif. Dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran,fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa.
Sedangkan, ragam bahasa jurnalistik menggunakan bahasa yang padat, lebih banyak unsur pikiran daripada perasaan, lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi. Biasanya digunakan dalam dunia persuratan.

5.             Perbedaan ragam bahasa sosial dan ragam bahasa fungsional
Ragam bahasa sosial sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosialorang yang menjadi lawan bicara.
Sedangkan, ragam bahasa fungsional ragam bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagaicontoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemua ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.


0 comments: