Alih Fungsi Lahan (2)

Peringatan akan ancaman krisis pangan dimasa mendatang kepada lndonesia disampaikan oleh badan dunia FAO dan komisi pangan Inggris, dimana ancaman krisis pangan ini dinilai berdasarkan laju pertambahan penduduk yang lebih besar dari laju peningkatan produksi pangan, dikarenakan terjadinya penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi penggunaan lahan dan peningkatan penduduk yang tidak terkendali. Karena itu hingga kini lndonesia masih menghadapi persoalan pangan, dimana bahan pangan terutama padi sangat strategis kedudukannya dalam kehidupan ekonomi dan politik (Kontan, 2011).

 

Menurut Santosa (2011) krisis pangan di lndonesia akan sangat berat jika terjadi pada saat yang sama krisis pangan dunia yang saat ini berpotensi terjadi. krisis pangan dunia tahun 2008 dimungkinkan berulang tahun 2012 sehingga stok pangan dunia untuk perdagangan menipis, tanda-tandanya telah tampak dengan kenaikan indeks harga pangan naik sampai mencapai rekor 40 tahun terakhir.

 

Data BPS (Kontan, 2011) menunjukkan luas sawah pada tahun 2010 sekitar 12,87 juta hamenyusut 0,1 % dari tahun sebelumnya 12,88 juta ha. Tetapi menurut menteri pertanian (Suswono, 2011) luas lahan sawah baku 6,7 juta hektar, sedangkan untuk bisa mencapai ketahanan pangan hingga tahun 2025 membutuhkan tambahan sawah 5,875 juta hektar. Dilain sisi kenaikan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan menjadi ancaman bagi Indonesia, dimana laju pertambahan penduduk lndonesia saat ini mencapai 1,4 %.

 

Perubahan iklim global yang sekarang makin terasa dengan kenaikan suhu udara, saat ini dituduh sebagai penyebab krisis pangan dunia. Menurut laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change), perubahan suhu rata-rata yang terjadi belakangan ini berdampak pada produksi pangan. Hal ini tentu juga berpengaruh pada produksi pangan Indonesia.

 

Sejalan dengan itu menurut Suastini (2011), perubahan iklim berdampak terhadap pertanian dan persediaan pangan, karena hal itu dapat menyebabkan pergantian musim tidak pasti, gagal tanam, gagal panen, musim kemarau lebih panjang, serangan hama penyakit, dan degradasi hutan lahan.

 

Selanjutnya dinyatakan contoh nyata dampak perubahan iklim akibat global warming di beberapa daerah dapat dilihat secara riil di lapangan, dimana pada tahun 2005 sampai 2007 luas panen padi serta produksinya tidak berkembang secara signifikan bahkan persediaan beras pada kondisi minus untuk jumlah penduduk saat itu dan fenomena pemanasan global yang memicu perubahan iklim masih akan berlangsung dalam jangka panjang (Suastini, 2011).

 

Krisis pangan juga terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian di berbagai daerah misalnya, menjadi perkebunan dan perumahan yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Badan Ketahanan Pangan Nasional menyatakan konversi lahan pertanian di lndonesia pada 2009 luasnya mencapai 110 ribu hektare per tahun yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain (Sutjahjo, 2011) .

 

Tekanan alih fungsi lahan sawah beririgasi semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana tekanan tersebut dipicu adanya kebutuhan untuk berbagai peruntukan yang lebih bernilai ekonomis. Secara nasional, dari data yang ada diperkirakan laju konversi lahan sawah beririgasi untuk telah mencapai 40.000 ha per tahun.

 

Konversi ini sebagian besar terjadi di Jawa. Bila produksi Gabah Kering Giling (GKG) rata-rata 6 ton/ha/sekali panen dan dalam satu tahun tanam padi dua kali, maka produksi GKG nasional menyusut 4.840.000 ton per tahun. Suatu angka yang cukup signifikan. Di sisi lain, laju pencetakan sawah baru sangat kecil bahkan tidak ada. Kendala utama dalam melakukan pencetakan sawah baru selian mahal juga terhambat oleh proses lambatnya sertifikasi dan pemetaan lahan (Saleh, 2012).

 

Menurut Lestari dalam Saleh (2012) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Laju alih fungsi lahan di luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa (56 ribu ha per tahun). Selanjutnyan sebesar 58,68 persen alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan sisanya seperti untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.

 

Untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan sawah pemerintah akan membuka 200.000 hektar lahan pertanian baru, terutama untuk mengejar surplus 10 juta ton beras tahun 2014. Areal yang akan di jadikan lahan pertanian dari kawasan hutan produksi, tetapi tidak ada jaminan impor walaupun terjadi surplus.

 

Data BPS menunjukkan selama Januari – Juni 2011, nilai impor pangan lndonesia mencapai US$5,36 miliar atau sekitar Rp.45 triliun. Komoditas pangan yang diimpor pun semakin banyak mulai dari beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis lembu, mentega, minyak goreng, susu,telur unggas, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkih, kakao, cabai kering, tembakau, bawang merah, bahkan singkong dan garam (Carebesth, 2011).

 

Menurut Santosa (2011) tidak ada solusi instan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Salah satu kunci utama adalah pengelolaan air. Selanjutnya dinyatakan bahwa konsep sederhana tetapi diabaikan selama 30 tahun terakhir ini ialah jangan biarkan air mengalir sampai jauh. Namun hanya 10 % air irigasi yang bisa dikendalikan, jauh dari nilai ideal sebesar 50 Oh. Sejalan dengan itu, perkembangan baru-baru ini yang mulai dikenal di kalangan praktisi pertanian adalah bahwa padi ternyata bukanlah tanaman air, maksudnya, tanaman yang hidup di air atau membutuhkan banyak air.

 

Menurut Praptono (2011) pengetahuan ini sudah lama diketahui, terobosan besar yang berpengaruh ke berbagai negara adalah yang dilakukan di Madagaskar yang dikenal dengan teknologi System of Rice Intensification (SRI) yang dikenal di lndonesia sebagai padi SRI. Prinsip SRI intinya yaitu penanaman bibit muda dan tunggal, jarak tanam lebar, tidak digenangi dan menggunakan pupuk organik.

 

Revolusi SRI akhirnya memunculkan gagasan, jika prinsip-prinsip SRI di atas itu telah meningkatkan produksi padi secara signifikan mengapa tidak menanam padi di pekarangan rumah bahkan mengapa tidak juga di atap rumah. Maksudnya menanam padi sekarang tidak melulu harus di sawah, sekarang ternyata bisa dalam pot atau polibag (kantong plastik). Pengalaman yang dilakukan petani dan masyarakat menunjukkan hasil yang menggembirakan bahwa padi dapat tumbuh dengan baik dalam pot.

 

Kabupaten Tasikmalaya disebut-sebut yang memeloporinya dan sudah banyak ditiru di berbagai tempat. Dalam satu pot dengan melakukan pemupukan yang optimal dapat menghasilkan sekurangnya 3 - 5 ons gabah per pot. Terobosan yang dilakukan dengan melakukan gerakan  penanaman  tanaman  pangan  perlu  digalakkkan  di kota- kota, karena hal ini telah banyak sukses di Kuba, Bolivia, Kolombia, Kongo, Tanzania, dimana pertanian kota dapat mencapai produksi 2-3 kali lipat konvensional (Santosa, 2011).

 

Berdasarkan pandangan di atas,  di Indonesia akan terjadi krisis pangan karena laju alih fungsi lahan sawah yang tidak dapat
dikendalikan (188 ribu Ha per tahun) dan tidak dapat diimbangi dengan pencetakan sawah baru, pertumbuhan penduduk yang tinggi (1,5% per tahun), dan penurunan produksi karena dampak perubahan iklim global, maka diperlukan adaptasi sistem budidaya tanaman pangan khususnya padi. Budidaya tanaman padi dengan metode SRI yang dimodifikasi dengan penanaman padi dalam pot atau kantong plastik dan diberikan irigasi memberikan alternatif untuk memproduksi pangan tanpa sawah (Saleh, 2012).

 

0 comments:

Alih Fungsi Lahan (1)

Alih fungsi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dan fungsinya semula menjadi fungsi lain yang berdampak terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yaitu faktor faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi pertumbuhan penduduk yang semakin banyak jumlahnya ataupun pertumbuhan kota (demografi).

 

Sedangkan faktor internalnya lebih mengarah pada kondisi-ekonomi rumah tangga petani sehingga harus menjual lahan atau aset yang dimiliki berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dapat berdampak pada meningkatnya alih fungsi lahan sawah dan meningkatkan penguasaan lahan oleh pihak-pihak pemilik modal kemudian adanya pancingan dari 1 atau 2 industri yang dapat menarik para investor lain untuk membangun sesuatu diluar pertanian (nonpertanian) serta adanya peningkatan gaya hidup yang materialistik.

Selain faktor internal dan eksternal terdapat pula faktor yang berpengaruh dalam alih fungsi lahan yaitu faktor kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

 

Kebijakan atau aturan pemerintah yaitu harga sewa lahan, batas lahan yang dialihfungsikan, artinya lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian harus seimbang dengan penggunaan lahan dalam hal pembangunan baik itu industri rumah tangga, dan lain-lain. Namun, kebijakan ini mempunyai kelemahan terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran dan akurasi objek lahan yang dilarang untuk dikonversi.

 

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas di mana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi sosial budaya dan politik masyarakat.

 

Disatu sisi alih fungsi lahan menambah terbukanya lapangan kerja disektor nonpertanian seperti juga konstruksi, dan industri akan tetapi, juga menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain: berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi yang mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa, sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya tidak menunjukkan dampak positif.

 

Di samping dampak negatif yang diberikan alih fungsi lahan juga mempunyai atau dapat pula mendapat dampak positif terhadap ketersediaan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena alih fungsi lahan tersebut serta dapat meningkatkan pertumbuhan/ pendapatan ekonomi daerah tersebut.

 

Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat. Akan tetapi, hingga kini implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal. Hal ini dikarenakan antara lain kurangnya dukungan data dan minimnya
sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi
lahan sawah tersebut.

 

Ada beberapa kendala mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana yaitu, di satu sisi pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/ manufaktor dan sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan lahan pertanian. Peraturan-peraturan pengendalian alih fungsi lahan beru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan merubah lahan pertanian ke nonpertanian.

 

Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan sawah ke nonpertanian yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat luas, serta kendala dalam konsistensi perencanaan dalam mekanisme pemberian izin lokasi yang merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan tersebut (sawah) beririgasi teknis. Namun dalam kenyataannya banyak yang justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.

 

Pembangunan ekonomi yang terus berkembang mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan. Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemilknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial. Lahan sawah memilki fungsi yang sangat luas terkait dengan manfaat secara langsung, manfaat secara tidak langsung, dan manfaat bawaan.

 

Manfaat langsung berhubungan dengan perihal peyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan/kerjasama/gotong royong, sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai sarana pendidikan dan sarana untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.

                                                                              

 

 

Inspired from: Google

0 comments:

Contoh: Membuat Agenda Pengeluaran

*          Terkhusus untuk mahasiswa yang lagi ngekost dan jauh dari orangtua

 

Pemasukan:

1.    Rp. 1.000.000/ bulan (uang bulanan)

2.    Rp. 4.000.000/ 6 bulan (UKT)

3.    Rp. 5.000.000/tahun (uang kos/tempat tinggal) tergantung

 

Pengeluaran:

1.    Kebutuhan pokok (makan, minum)      : Rp. 20.000/hari

2.    Transportasi                                       : Rp. 300.000/bulan

3.    Tagihan listrik                                     : Rp. –

4.    Tagihan air                                         : Rp. –

5.    ATM (Alat Tulis Menulis)                      : Rp. 20.000/bulan

6.    Pulsa/kuota                                        : Rp. 30.000/bulan

7.    Keperluan mendadak                           : Rp. 20.000/bulan

8.    Tabungan rutin                                   : Rp. 1000/hari

 

Jika dibuat dalam tabel seperti:

Agenda

Tahun

Bulan

Hari

Pemasukan

1. Uang bulanan

2. UKT

3. Uang kos

Rp.12.000.000

Rp. 8.000.000

Rp. 5.000.000

Rp. 1.000.000

Rp. ± 667.000

Rp. ± 470.000

Rp. ± 33.000

Rp. ± 22.000

Rp. ± 14.000

Pengeluaran

1. Kebutuhan pokok

2. Transportasi

3. Tagihan listrik

4. Tagihan air

5. ATM

6. Pulsa/kuota

7. Keperluan mendadak

8. Tabungan rutin

Rp. 7.200.000

Rp. 3.600.000

Rp. –

Rp. –

Rp. 240.000

Rp. 360.000

Rp. 240.000

Rp. 360.000

Rp. 600.000

Rp. 300.000

Rp. –

Rp. –

Rp. 20.000

Rp. 30.000

Rp. 20.000

Rp. 30.000

Rp. 20.000

Rp. 10.000

Rp. –

Rp. –

Rp. ± 500

Rp. 1000

Rp. ± 500

Rp. 1000

Jumlah:

Rp. ±12.000.000

Rp. ± 1.000.000

Rp. 33.000

 

*          Uang tempat tinggal dan UKT diluar uang pemberian setiap bulan dan diberikan setiap setahun dan 6 bulan

*          Bila ada sisa uang dimasukkan ke dalam tabungan rutin/keperluan mendadak

 

 

0 comments: